Tiap tahun sarjana akuntansi semakin bertambah. Hitungannya bukan lagi ratusan, tapi ribuan yang lulus pendidikan S1 maupun S2 Akuntansi. Dari berbagai Program Pendidikan/jurusan, Perguruan Tinggi sukses mencetak Sarjana Akuntansi. Sayangnya tidak diimbangi dengan penyerapan tenaga kerja yang sebanding. Sehingga banyak melahirkan Sarjana Akuntansi yang hanya memiliki ijasah dan terjebak pada pencarian lowongan pekerjaan di bidang Akuntansi.

Bagi mereka yang berputus asa, terpaksa putar haluan menekuni bidang lain yang kebanyakan tidak sesuai dengan bidang ilmu yang dipelajari semasa di bangku pendidikan. Ada yang jadi Sales, terpaksa jadi Debt Collector, bertani, atau bahkan ada yang menjadi juru parkir. Jawaban sederhananya atas fenomena ini adalah ; Rejekinya sudah disitu, mau apalagi? Nah, loh?

Hal ini tak hanya terjadi pada sarjana akuntansi, tetapi hampir semua sarjana dari berbagai jurusan. Saya tidak memiliki data yang valid tentang pernyataan ini, hanya sekedar mengamati lingkungan sekitar.

Saya tidak mengatakan bahwa jadi petani, tukang parkir, salesman, debt collector atau profesi/pekerjaan apapun itu tidak lebih baik daripada menjadi Akuntan. Semua profesi adalah baik selama dilakukan secara halal. Saya melihat ada yang salah dari pemahaman pendidikan yang telah kita jalani.

Di akui atau tidak, sebagian besar orang di Indonesia berpikir bahwa menjalani pendidikan dengan bersekolah yang tinggi adalah untuk mencari “pekerjaan” bukan untuk mendapat ilmu/pengetahuan. Dan ketika “pekerjaan” yang dimaksud tidak tercapai, mereka pasrah kepada nasib. Banyak analisis dari para pakar pendidikan mengapa hal ini bisa terjadi demikian. Tetapi, analisis-analisis tersebut menjadi sia-sia ketika hanya di lukis di awang-awang.

Kembali ke masalah akuntansi, jenjang pendidikan akuntansi di SMK atau bahkan di Perguruan Tinggi menurut saya sudah lebih dari cukup untuk bertahan hidup serta mengembangkan kreativitas tanpa harus mencari pekerjaan atau tergantung pada perusahaan pembuka lowongan kerja.

Akuntansi itu keterampilan yang tidak semua semua orang bisa memiliki, sehingga bisa saya katakan akuntansi itu bersifat eksklusif. Karena sifatnya yang eksklusif, orang yang memiliki keahlian di bidang akuntansi disebut akuntan. Jika anda memiliki sertifikasi yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang semacam IAI, anda bisa disebut Akuntan Publik. Bagi yang tidak memiliki sertifikat, anda disebut Akuntan – tanpa embel-embel publik di belakangnya. Selembar sertifikat saja yang membedakan anda disebut akuntan publik atau bukan.

Hal ini saya katakan bukan untuk meremehkan sertifikat. Tidak.. Saya mengatakan ini hanya untuk menggugah kebanggaan atas pendidikan dan keterampilan (khususnya akuntansi) yang telah anda miliki tanpa harus bergantung pada selembar kertas yang disebut sertifikat. Tentu, dengan memiliki sertifikat anda bisa berbuat lebih banyak, itupun jika anda tahu bagaimana cara menjual sertifikat yang anda miliki. (bersambung)
 
 
 
Jika anda ingin mengajukan pertanyaan, diskusi, atau kritikan dan Saran silahkan klik d i s i n i

Related Posts