Anda pelaku bisnis Online???

Jika iya, maka Anda wajib membaca artikel ini. Jika tidak, andapun tak salah jika membacanya untuk menambah pengetahuan khususnya di bidang akuntansi. Kali ini saya akan membahas masalah transaksi online dalam kaitannya dengan persediaan dan pengakuan pendapatan.

Karakteristik utama kegiatan bisnis online adalah tidak bertemunya secara langsung antara pembeli dan penjual. Transaksi terjadi atas dasar kepercayaan pembeli terhadap penjual. Transaksi bisa dilakukan kapan saja, dimana saja, dan oleh siapa saja. Cukup dengan koneksi internet, maka anda bisa melakukan transaksi, bisa berjualan, bahkan bisa juga terjadi tawar menawar. Banyak sekali forum-forum jual beli semacam kaskus, TokoBagus, Tokopedia, bahkan Facebook bisa menjadi sarana anda berbisnis. Sekali lagi, bisnis ini bisa jalan atas dasar kepercayaan. Semakin besar tingkat kepercayaan konsumen terhadap penjual, semakin tinggi omset penjualan anda.

Karena pihak penjual dan pembeli tidak bertatap muka secara langsung – kendala jarak, maka ada beberapa perbedaan transaksi penjualan biasa dengan penjualan online. Perbedaan tersebut adalah :
  1. Pembayaran tunai dilakukan di muka.Ketika konsumen berniat membeli barang dari pedagang online, kebanyakan penjual menerapkan pembayaran di muka untuk setiap barang yang dijualnya termasuk ongkos kirim barang. Hal ini dilakukan untuk menghindari order palsu oleh orang-orang iseng.
  2. Pengiriman barang .Ketika pembayaran telah betul-betul diterima oleh penjual, maka penjual akan mengirim barang yang dipesan oleh pembeli.
Secara prinsip, transaksi ini sama dengan penjualan biasa, akan tetapi karena ada JEDA WAKTU antara pembayaran, pengiriman, dan penerimaan barang baik oleh penjual maupun pembeli, akan menyebabkan perbedaan pencatatan transaksinya. Mengapa?


Di sisi penjual; meski pembayaran telah diterima dimuka, apakah penerimaan pembayaran tersebut bisa diakui sebagai pendapatan? Demikian juga di sisi pembeli, apakah pembelian tersebut sudah bisa diakui sebagai persediaan barang meskipun transaksi pembelian telah dibayar tunai, sementara barang belum diterima?
  
Meminjam istilahnya IFRS:
“Suatu pendapatan dakui ketika sudah ‘earned’”.

Saya menterjemahkan kata ‘earned’ ini sebagai HAK. Dan, dikatakan sudah menjadi hak, bila:

  1. Kas sudah diterima; dan atau
  2. Barang dagangan—yang tiada lain adalah “PERSEDIAAN”—telah diserahkan.
Selanjutnya, kata “diserahkan” ini dikaitkan dengan risiko yang melekat pada persediaan yang diserahkan. Sehingga, ketentuan lainnya menyebutkan:
“Suatu pendapatan diakui bila risiko yang melekat pada barang persediaan telah berpindah dari penjual ke pembeli.”

Contoh Kasus :
Pada tanggal 29 Desember 2011 PT. ABC di Jakarta menjual 100 unit Handphone berbagai merk senilai Rp. 150.000.000,- kepada CJDW Cell salah satu pelanggannya di Makassar. Transaksi dilakukan secara online dimana CJDW Cell membayar tunai pada saat terjadinya transaksi ditambah ongkos kirim sebesar Rp. 5.000.000,- Pengiriman barang melalui jasa kurir TIKI JNE, dan diperkirakan akan sampai ke tempat tujuan dalam waktu 7 hari kerja.

Catatan : Harga pokok barang senilai Rp. 130.000.000,-

Di sisi penjual (PT. ABC) relatif tidak terdapat masalah, karena transaksi penerimaan atas penjualan telah diterima secara cash dan barang telah di kirim kepada pembeli (CJDW CELL), dan resiko pengiriman barang telah dialihkan pihak ketiga (asuransi/ kurir).
Maka, jurnal di sisi penjual  adalah :
Kas                                                         Rp. 155.000.000,-
                Penjualan                                                            Rp. 150.000.000,-
                Hutang ongkos kirim                                           Rp.     5.000.000,-
(mencatat transaksi penerimaan kas atas penjualan)

Harga pokok penjualan                 Rp. 130.000.000,-
                Persediaan Barang                                          Rp. 130.000.000,-
(Mencatat harga pokok penjualan)

Hutang Ongkos Kirim                      Rp. 5.000.000,-
                Kas                                                                         Rp. 5.000.000,-
(Mencatat pengiriman barang)

Akan tetapi di sisi pembeli justru sangat rumit masalahnya, karena selain pembayaran telah dilakukan, barang yang dibeli belum diterima sehingga tidak bisa diakui sebagai Persediaan, sementara transaksi telah dibayar lunas (tetapi tidak bisa diakui sebagai hutang).

Persoalan akan menjadi semakin rumit apabila :
  1. Barang tidak sampai kepada pembeli karena adanya kecelakaan, atau
  2. ada audit pada tanggal 3 januari 2012.
Sebagai pembeli, CJDW Cell tidak bisa mengakui persediaan atas pembeliannya, karena barang belum diterima, dan atas pembayaran tunai juga tidak bisa diakui sebagai hutang karena resiko pengiriman barang telah berpindah kepada pihak asuransi/kurir.

Terus bagaimana?

Disinilah pentingnya akun "Persediaan dalam Perjalanan / Inventory in transit".

Betul. Akun “persediaan dalam perjalanan” memang tidak pernah disajikan dalam perjalanan Laporan Keuangan (khususnya Neraca), tetapi bukan berarti tidak ada dalam prakteknya. Contoh kasus di atas adalah fakta tak terbantahkan bahwa transaksi ini betul-betul ada dan banyak sekali yang melakukannya.

Maka jurnal di sisi pembeli adalah :


Pada saat pembayaran transaksi :
Persediaan dalam perjalanan                     Rp. 155.000.000,-
                Kas                                                                                         Rp.     155.000.000,-
(mencatat transaksi pembayaran tunai)

Pada saat barang diterima :
Persediaan                                                         Rp. 150.000.000,-
Ongkos Kirim                                                     Rp.     5.000.000,-
                Persediaan dalam perjalanan                                                     Rp. 155.000.000,-
(Mencatat penerimaan barang)


Demikian semoga bermanfaat !









Jika anda ingin mengajukan pertanyaan, diskusi, atau kritikan dan Saran silahkan klik d i s i n i

Bagikan/Simpan/Bookmarks

Related Posts