“Kantin kejujuran ini penting sekali peranannya untuk melatih anak-anak menjadi generasi yang jujur,” ungkap Kepala SMKN 1 Kota Malang, Dra Sunarti MM

Memperingati Hari Anti Korupsi 9 Desember, kembali saya repost artikel tentang kantin kejujuran yang pernah saya tulis setahun lalu. Tema ini kembali hangat di media lokal ketika Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Malang kemarin meresmikan kantin kejujuran di SMKN 1 Kota Malang. Peresmian ini dilakukan dalam rangka memperingati Hari Anti Korupsi yang jatuh pada 9 Desember 2010.

Konsep Sederhana yang Tidak Sederhana
Kantin Kejujuran adalah kantin yang dikelola dan dikembangkan dalam semangat kejujuran. Pemilik warung pasrah kepada pelanggan, berapapun yang di makan dan berapapun yang akan dibayar. Going concern dari warung ini sepenuhnya bergantung kepada pelanggan setianya. Tidak ada yang menjaga kantin ini, kecuali  malaikat yang berstatus volunteer yang tidak terlihat dan mendapat tugas khusus untuk mencatat siapa-siapa saja pelanggan yang mungkin belum kaffah kejujurannya. Tapi kalau mau ngemplang ya silakan saja. Hebat kan!


Kantin kejujuran pertama kali digagas oleh lembaga peradilan di negeri ini untuk mendidik para karyawannya agar senantiasa jujur. Secara cepat konsep kantin kejujuran ini mendapat respon positif dari dunia pendidikan untuk menjadi model pembelajaran kejujuran pada siswa sejak dini. Pelajaran kejujuran itu harus dimulai dari sekolah dan ide tentang ‘Kantin Kejujuran” tersebut sungguh menarik.

Begitu menariknya sehingga dengan cepat ide ‘Kantin Kejujuran’ ini diadopsi di mana-mana dan dianggap sebagai sebuah solusi untuk mendidik manusia-manusia Indonesia yang terkenal ‘ndableg puol’ dalam soal korupsi. Ide ini berhasil entah dimana, diberitakan dengan penuh gegap gempita, dan dianggap sebagai sebuah cara yang sangat tepat untuk mendidik siswa agar kelak tidak tumbuh menjadi koruptor seperti bapaknya. Untuk itu siswa harus diajari untuk bersikap jujur, tidak boleh ngemplang di kantin, tidak boleh kucing-kucingan dengan pemilik kantin yang bermata elang, dan yang penting diberi kepercayaan bahwa mereka, para anak-anak penerus generasi bangsa tersebut, pastilah bisa lebih jujur ketimbang bapaknya yang koruptor.

Para pembeli di kantin ini tentunya, diharapkan, adalah para siswa dan guru yang memasuki kantin dengan penuh keimanan di dada dan juga harus menguasai matematika (minimal aritmatika dasar penambahan dan perkalian) agar tidak keliru dalam membayar sejumlah uang sesuai dengan makanan, minuman, dan camilan yang mereka konsumsi serta berapa kembaliannya. Di kantin jenis ini diharapkan siswa tidak menerapkan Prinsip 3-2-1 yang biasanya mereka terapkan di kantin reguler, yaitu “Makan 3, Ngaku 2, Bayar 1”. Atau menerapkan prinsip ekonomi, “dengan usaha sekecil-kecilnya untuk mendapatkan hasil yang sebesar-besarnya”.

Kendala dan Hambatan
Namun, tak lama kemudian muncul berita tentang bangkrutnya sebuah kantin Kejujuran di SMAN Tulungagung yang diresmikan oleh Pak Bupati! Kantin kejujuran SMUN 01 Boyolangu Kabupaten Tulungagung yang di-launching 20 hari lalu bangkrut. Pasalnya, modal awal yang disediakan panitia dan diharapkan bisa mencegah prilaku korupsi sejak dini tak kembali.

Realita ini membuat pihak sekolah memutuskan menutup sementara kantin kejujuran. Salah satu siswa kelas III IPA menuturkan, tidak sedikit dari teman-temanya yang sengaja mengambil untung dalam proyek yang disponsori Kejaksaan itu. Siswa yang tidak jujur dengan leluasa mengambil makanan dan minuman tanpa mau membayar. “Kalaupun membayar, biasanya oknum siswa ini mengambil kembalian uang yang tidak sesuai” lanjutnya. Modal awal sebesar Rp1.500.000, saat ini tinggal Rp. 90.000. Akibatnya kantin kejujuran ini harus ditutup untuk sementara untuk waktu yang tidak ditentukan. Mungkin harus menunggu program ‘bail-out’ dari Pak Bupati.

Sekedar diketahui, kantin kejujuran SMUN 01 Boyolangu ini diresmikan bertepatan dengan peringatan Hari Antikorupsi sedunia. Selain Kejaksaan dan muspida setenpat, Bupati Tulungagung Heru Tjahjono beserta seluruh jajarannya menyempatkan hadir dalam acara ini. Baca disini

Tidak sesuai harapan? Pasti! Merubah prilaku jujur takkan semudah membalik telapak tangan. Para siswa tidak akan keder dengan ‘malaikat pencatat amal’ yang tidak kelihatan dan tak dapat berbuat apa-apa. Sungguh menggelikan harapan ini. Kejujuran dan nilai-nilai luhur lainnya, butuh keteladanan lebih dahulu utamanya dari bapak-bapak mereka yang punya ide.

Permasalahan kantin kejujuran ini sangat banyak. Selain kasus siswa melarat dan kurang iman, ada juga para gerombolan pengemplang profesional yang meski berasal dari keluarga baik-baik dan dapat uang saku cukup besar dari orang tua mereka tapi menganggap ngemplang di kantin semacam tantangan yang menggairahkan. Mereka menganggap ‘Prinsip 3-2-1’ ini semacam hobi yang perlu dikembangkan dan dilombakan antar mereka sendiri. Mereka ini jauh lebih berbahaya karena benar-benar berdarah dingin alias Raja Tega. Semoga Tuhan mengampuni jiwa mereka.

Jadi kalau “Kantin Kejujuran’ bangkrut, mungkin jumlahnya jauh lebih besar ketimbang prosentase keberhasilannya. Selama masih ada orang-orang miskin yang berangkat ke sekolah dengan perut kosong, para gerombolan anak-anak liar yang belum berhasil dijinakkan, dan teladan lebih dahulu dari bapak-bapak mereka soal kejujuran maka ide “Kantin Kejujuran” tersebut hanya akan jadi olok-olok. Itu sama dengan undangan makan gratis bagi siswa-siswa tersebut. Ini seolah ada yang ulang tahun di kantin tersebut setiap hari.

Sebuah Komitmen
Konsep Kantin Kejujuran ini belum akan efektif jika tidak ada komitmen bersama dari semua pihak di sekolah untuk mensukseskannya. Semua pihak harus disadarkan dulu betapa pentingnya program ini dan siswa-siswanya perlu ditanamkan rasa takut akan konsekuensi perbuatannya. Ini harus menjadi komitmen semua pihak. Dan ini yang susah.

Komitmen? Bisakah Para Anggota Dewan yang terhormat, para pejabat, para guru, dan para orang tua lainnya juga menjaga komitmennya bahwa mereka juga akan menunjukkan contoh dan keteladanan bahwa mereka juga tidak akan ngemplang di ‘kantin kejujuran APBD’, ‘kantin kejujuran proyek’, ‘kantin kejujuran kasus’ dan ‘kantin-kantin kejujuran’ lainnya? Mereka harus menunjukkan bahwa mereka juga akan berusaha sama kerasnya dengan para siswa untuk melawan keinginan ngemplang mereka seperti selama ini. Tanpa contoh dan keteladanan maka berapa pun modal yang akan di’bail-out’kan ke kantin tersebut tetap akan hilang begitu saja.

Pengendalian Internal
Perlu juga disadari adanya fakta beberapa siswa yang benar-benar tidak punya uang untuk membayar jajanan di kantin tersebut tapi rongrongan perutnya lebih menuntut, sedangkan keimanan belum masuk betul ke hati.

Selain mengandalkan kejujuran, perlu dibuat mekanisme kontrol agar meminimalkan tingkat kerugian yang mungkin timbul. Mekanisme kontrol yang dimaksud semacam Standar Operasional dan Prosedur (SOP) bagi yang membeli atau memanfaatkan kantin kejujuran. Minimal, SOP tersebut harus menjelaskan dan menggambarkan :
  1. Prosedur pengambilan makanan, minuman, cemilan, dll. Prosedur ini menjelaskan berapa barang (Makanan, Cemilan) yang diambil dan kemudian dihitung jumlah pembayarannya.
  2. Prosedur Pembayaran baik Tunai maupun Kredit (hutang).
  3. Prosedur Pencatatan dalam buku Kas dan Hutang. Dalam buku Hutang, minta mereka menuliskan berapa jajanan yang mereka makan, jumlah nilai uangnya, dan tuliskan juga janjinya kapan akan dibayar.
Meski ditulis ‘akan saya bayar kalau saya mbesok sudah kerja’ ya biar saja. Bukankah itu juga bentuk latihan untuk menuju ‘kejujuran’?!





Jika anda ingin mengajukan pertanyaan, diskusi, atau kritikan dan Saran silahkan klik d i s i n i


Bagikan/Simpan/Bookmarks







Related Posts